Jakarta, Portonews.com – Kebakaran tangki T301 di area kilang Balongan telah menimbulkan kerugian besar bagi Pertamina dan telah menimbulkan korban luka berat dan ringan sejumlah 20 orang.

Menurut Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI, fasilitas 4 tangki BBM yang terbakar ludes, maka kerugian Pertamina ditaksir mencapai sekitar Rp1,25 Triliun bukanlah mustahil, yaitu berdasarkan asumsi jumlah BBM yang terbakar ludes sekitar 600.000 barel hingga 800.000 barel dalam 4 tangki tersebut bisa bernilai sekitar USD 56 juta ditambah biaya pembangunan 4 tangki sekitar USD 20 juta dan biaya operasi pemulihan sekitar USD 2 juta.

“Nilai itu belum dihitung akibat tindakan emergency shut down untuk mencegah penyebaran efek api (bukan normal shutdown seperti dikatakan pejabat-pejabat Pertamina itu keliru) ada kehilangan produksi BBM sebanyak sekitar 400.000 barel dari kilang Balongan selama 4 hingga 5 hari kedepan,” kata Yusri, mensinyalir pernyataan Mulyono, Direktur Infrastruktur Pertamina Holding (29/3/2021).

Melihat api yang membakar itu sampai dengan pagi ini 31 Maret juga belum padam total, lanjut Yusri, maka potensi nilai kerugian itu bisa membengkak mencapai sekitar Rp.1,5 Triliun.

Sebagai informasi, dalam catur wulan ini saja, di kilang Balongan telah terjadi dua peristiwa besar sebelumnya, yaitu pada periode Desember 2020 dan awal 2021 telah terjadi shutdown di kilang akibat boiler blow up.

“Terkesan, sebenarnya jika dibedah lebih dalam maka akan diperoleh informasi bahwasanya pihak manajemen agak kurang memperhatikan sistem kerja dan kualitas SDM di area luar, yakni area utilities, dan area ITP yang mengurusi instalasi pipa dan tangki serta jetty dan SBM, termasuk juga unit laboratorium agak diabaikan. Kelihatannya mereka hanya lebih fokus memperhatikan SDM di unit proses,” papar Yusri.

Ternyata pula, imbuh Yusri, telah terjadi kasta di lingkungan semua kilang Pertamina. “Kasta paling tinggi adalah orang yang mengendalikan unit proses, kasta kedua yang menangani unit utilities, kasta ketiga adalah yang menangani unit ITP, yakni instalasi pipa dan tangki serta Jetty dan SBM. Kasta yang paling rendah adalah yang keempat, yaitu yang menangani unit laboratorium di kilang,” papar Yusri.

Jika ini tidak segera dibenahi, kata Yusri, maka persoalan yang sama atau lebih parah akan dapat terjadi lagi di kilang Balongan maupun kilang lain nya, khususnya di area diluar unit proses.

“Berdasarkan fakta yang beredar, telah terjadi kebocoran minyak diduga dari dari salah satu tangki, sehingga ada upaya pemindahan BBM secara gravity dari tangki yang bocor berisi penuh BBM ke tangki lainnya yang isinya belum penuh,” tandas. Karena itu, dalam proses pemindahan BBM itu terdeteksi adanya ceceran minyak disekitar area tangki pada Minggu (28/3/2021).

“Ini tercium oleh warga sekitar tangki yang telah mendatangi pihak sekuriti Pertamina Balongan pada minggu malam,” ujar Yusri.

Jika benar ada ceceran minyak, ada angin, soal pemantik kebakaran bisa saja bersumber dari mana saja, bisa dari petir, bisa juga dari orang yang merokok disekitar itu, bisa dari signal HP petugas ataupun dari gesekan electrik static disekitar lokasi bocoran minyak.

Beberapa kemungkinan penyebab itulah yang harus ditelisik lebih dalam dari bukti bukti yang didapat oleh pihak Polri.

Jika hal diatas sebagai penyebab kebakaran mengandung kebenaran dan bersesuaian dengan hasil investigasi tim Puslafor Mabes Polri, ungkap Yusri, maka penyebab kebakaran tangki itu adalah petir, pasti akan terbantahkan.

“Meskipun sejak awal kami sangat meragukan keterangan pihak Pertamina soal adanya petir sebagai sumber apinya, hal itu juga telah dibantah oleh pihak BMKG pada Senin malam (29/3/2021),” katanya.

Lebih jauh Yusri menyatakan tidak sedikit barang bukti penyebab kebakaran seperti posisi kebocoran tangki akan sulit ditemukan di TKP akibat panas api yang sangat tinggi dan berlangsung agak lama telah menyebabkan sejumlah tangki dan pipa serta peralatan safety yang telah berubah bentuk dari bentuk awalnya.

Oleh karena itu, lanjut Yusri, salah satu hal yang mutlak dilakukan adalah membuka rekaman di ruang kontrol kilang yang banyak menyimpan rekam jejak semua tentang 4 tangki yang terbakar itu. Termasuk tentunya data tentang proses pemeliharaan yang rutine dilakukan oleh tim HSSE ( Health Safety, Security and Enviroment) apakah sudah bekerja sesuai SOP dan apakah ada catatan khusus terkait ke empat tangki itu sebelum terbakar, termasuk adanya kebocoran yang harus segera dilakukan perbaikan, namun terlambat dilakukan?

Menurut Yusri, keterangan dari petugas yang bertanggung jawab terhadap area tangki itu sangat diperlukan untuk memperkuat data yang diperoleh dari ruang kontrol agar bisa memperkuat kesimpulan akhir faktor penyebab utama yang telah membuat keempat tangki BBM itu bisa terbakar hebat.

“Pada prinsipnya jika selama proteksi safety terawat dengan baik dan standar prosedur HSSE dijalankan dengan benar dan ketat, dapat dipastikan semua fasilitas utama dan penunjang di area kilang aman terkendali,” ujar Yusri.

Kasus Balongan Jangan Seperti ledakan Kilang Cilacap Tahun 1984

Publik berharap besar pada jajaran Polri, agar jangan terulang kembali seperti kasus terbakar dan meledaknya tangki Pertamina di Cilacap tahun 1984.

“Saat itu dua orang terdakwa Ir Wisnu Broto Pranadi dan Ir Basran Bin Hadran yang didakwa dengan dakwaan berlapis, namun dibebaskan dari segala dakwaan oleh PN Cilacap sampai Mahkamah Agung,” terang Yusri.

Majelis Hakim PN sampai MA dapat menerima pleidoi Penasihat Hukum ke dua terdakwa yang disidang terpisah, Advokat kondang Augustinus Hutajulu SH, yang dengan analisa hukumnya menyimpulkan bahwa kebakaran dan meledaknya tanki yang telah menelan korban jiwa 19 orang tewas itu adalah suatu mysterious accident, yang tidak atau belum diketahui penyebabnya.

“Dengan tidak diketahuinya penyebab kebakaran maka tidak mungkin mencari siapa yang harus bertanggung jawab secara pidana,” simpul Augustinus Hutajulu waktu itu.

Majelis Hakim PN dan Mahkamah Agung dapat penerima argumentasi ini dan membebaskan ke dua terdakwa dari segala dakwaan alias bebas murni.

Atas putusan itu, tim JPU bukannya menyadari lemahnya alat bukti atau kemampuan membuktikan, malah hanya berkomentar di pers “Apa iya penyebabnya makhluk Jin ?”

Padahal, waktu itu penyidikan kasus itu melibatkan Polres Cilacap, Polda Jateng dan Mabes Polri bahkan Kopkamtib.

Sumber : https://www.portonews.com