
Transaksi di pasar modal Indonesia sangat tinggi, perhari bisa mencapai Rp 4,7 triliun. Bahkan pada 19 Januari 2012 transaksi menembus Rp 6,82 triliun. Tingginya transaksi tersebut menjadikan pasar modal Indonesia sangat rentan dijadikan modus praktik pencucian uang.
Menurut Pengacara Augustinus Hutajulu, kerentanan pasar modal dijadikan sarana untuk mencuci uang disebabkan transaksi Efek sarat teknologi informasi dengan keamanan kompleks, volume perdagangan saham yang besar diikuti jenis saham yang sangat beragam. Selain itu, transaksi Efek bisa dilakukan dengan sangat simpel. “Modus pencucian uang di pasar modal Indonesia yang banyak dilakukan yakni melalui pembelian saham lewat broker (pialang) tanpa melalui Manajer Investasi (MI), manipulasi pasar lewat broker maupun Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) atau pembelian reksadana melalui MI,” terang Augustinus saat mempertahankan disertasinya dihadapan penguji dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum UGM, Jumat (5/8/2016).
Disertasi Augustinus berjudul ‘Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia’ dengan Promotor Prof Dr Nindyo Pramono SH MS dan Co-Promotor Prof Dr Eddy OS Hiariej SH MH. Augustinus dinyatakan lulus dengan predikat ‘Cumlaude’. Hadir dalam promosi doktor kemarin antara lain mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Trisakti Yenti Ganarsih, pengacara senior Hotma sitompul dan Anggota DPR RI Fraksi PDIP Drs HM Idham Samawi.
Meskipun rentan menjadi modus pencucian uang, namun penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di pasar modal Indonesia tidak berjalan efektif. Menurut Augustinus, sampai saat ini belum ada tindak pidana di bidang pasar modal yang diputus di pengadilan Indonesia. Selain itu masih sedikit sekali kasus pencucian uang di pasar modal yang sampai pengadilan. Berbeda dengan di Amerika Serikat yang telah menjatuhi hukuman 105 tahun penjara bagi Bernard Madoff pada 29 Juni 2009, yang menipu ribuan investor di pasar modal profesional dengan jumlah fantastis 50 milar USD. “Kerentanan pasar modal terhadap TPPU telah menjadi perhatian para pakar hukum TPPU termasuk di Amerika Serikat,” katanya.
Kondisi tumpulnya penegakan hukum TPPU di pasar modal Indonesia ini bukan saja disebabkan aturan dalam Undang-Undang Pasar Modal yang ketinggalan dengan perkembangan teknologi informasi, tapi juga lemahnya kemauan dan kemampuan kelembagaan dan koordinasi pihak-pihak yang terlibat. “Keadaan ini lebih disebabkan kurangnya penghayatan mereka tentang kepentingan negara dalam memberantas TPPU,” ujarnya
Sumber : Kedaulatan Rakyat