YOGYAKARTA – Masih ingat dengan kasus dugaan korupsi pengalihan lahan aset milik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta beberapa waktu lalu? Empat dosen Fakultas Pertanian UGM masing-masing Prof Susamto, Ken Suratiyah, Toekidjo, dan Triyanto pada 2015 silam divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara masing-masing dua tahun dan denda masing-masing Rp100 juta. Namun dari hasil sidang peninjauan kembali (PK), mereka akhirnya bebas dari jeratan hukum.

Setelah melakukan perjuangan hampir tiga tahun lebih, keempatnya dibebaskan oleh majelis PK Mahkamah Agung (MA). Hakim PK menilai penuntutan terhadap Guru Besar UGM Prof Susamto dan tiga koleganya ini tidak dapat diterima. Putusan majelis hakim PK ini tertuang dalam keputusan nomor 96 PK/pid.Sus/2018 tertanggal 24 September 2018.

“Setelah melalui perjuangan panjang, klien saya bebas. Sejak awal di persidangan memang tidak ditemukan kerugian negara,” kata penasihat hukum Prof Susamto, Augustinus Hutajulu kepada wartawan di Jalan Kaliurang, Yogyakarta, Jumat (19/10/2018) petang.

Frasa putusan penuntutan tidak dapat diterima, menurut Hutajulu, adalah sesuatu yang baru. Biasanya dalam putusannya hakim menyebut bebas, lepas atau dipidana. Namun dalam pegajuan PK ini hakim menyebut penuntutan tidak dapat diterima. “Pemahaman saya bahwa klien saya memang tidak bisa dituntut karena memang unsur utama kerugian negara tidak ada. Namun ini tidak masalah. Bagi klien saya ini sama saja, intinya mereka tidak bisa dipenjara alias bebas,” katanya.

Tidak adanya kerugian negara ini juga disebut dalam pertimbangan hukum majelis hakim pada putusan di tingkat Pengadilan Tinggi Tipikor No 5/PID.SUS-TPK/2015/PT.YYK. Dalam pertimbangannya disebut bahwa perbuatan para terdawak ternyata tidak menyebabkan kerugian negara karena tanah yang disertifikat dan direvitalisasi adalah bukan aset UGM maupun aset Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan akibat perbuatan para terdakwa tersebut tidak menyebabkan mendapat keuntungan dan memperkaya diri mereka atau orang lain.

“Jadi jelas tidak ada unsur kereugian negara karena ini memang bukan aset milik negara,” ujarnya.

Untuk diketahui, Prof Susamto bersama tiga dosen lain pada 27 oktober 2014 didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Keempat dosen Fakultas Pertanian ini selaku pengurus Yayasan Fapertagama (dulu bernama Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM). Mereka didakwa secara bersama-sama mengalihkan lahan aset UGM di Dusun Plumbon dan Dusun Wonocatur, Desa Banguntapan, Bantul, masing-masing seluas seluas 4.073 meter persegi dan 29.875 meter persegi pada kurun waktu 1998-2007.

Dalam sidang di tingkat pertama mereka divonis dua tahun dan denda masing-masing Rp100 juta. Sidang di Pengadilan Tinggi memvonis mereka dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dan denda Rp100 juta.

(amm)